Jumat, 19 Februari 2010

Indonesia: Negara Murah Senyum?

Saya tersenyum-senyum membaca sebuah artikel yang mengatakan kalau masyarakat Indonesia paling murah senyum. Namun sayang, artikel tersebut kurang jelas sehingga memaksa saya untuk "berlayar" di dunia maya. Menunggu sekian lama akhirnya saya mendapatkan info yang lengkap mengenai artikel itu. Ternyata yang dimaksud "murah senyum" itu adalah hasil survey The Smiling Report 2009 yang menempatkan Indonesia pada posisi pertama Negara Paling Murah Senyum Di Dunia dalam pelayanan publik serta transportasi dengan nilai 98%.

Cukup takjub saya membaca artikel itu... Bayangkan saja, disaat banyak orang senyum-senyum tanpa sebab Indonesia ternyata mendapatkan predikat seperti itu. Jujur saya katakan, "Luar Biasa...!"

Kenapa saya bilang luar biasa?

Anda tentu paham dan tahu bahwa banyak orang-orang disekitar kita memasang topeng dimukanya. Penuh kepalsuan, kebohongan dan sebagainya. Tahu apa saya? Bisa saja saya sendiri yang malah sedang memasang topeng. Hanya saja topengnya terlalu bagus untuk menutupi semua itu. Sehingga banyak orang yang tak bisa melihat kebusukan dan kepalsuan kita, ya...mungkin pepatahnya adalah "...tercium juga".

Artikel itu makin menggelitik saya, menambah senyum di wajah ini. Apa mungkin..yang dimaksud murahnya senyum orang Indonesia adalah karena banyak caleg gagal yang sekarang senyam-senyum tak jelas di rumah sakit jiwa? Kenyataannya memang begitu, makin banyak "orang tersenyum tanpa sebab" sehingga makin banyak pula orang gila di negeri ini. Sungguh ironi...

Lalu bagaimana kalau yang dimaksud senyumnya orang Indonesia adalah senyumnya "minim pendidikan"? Ada sebuah diskusi di internet yang bilang kalau orang asing, sebut saja orang bule, bertanya kepada masyarakat kita dengan bahasanya (yang kebetulan banyak tak dipahami masyarakat kita) sulit dipahami karena akses pendidikan kita yang sangat minim. Tapi saya tangkap sebagai "bodoh" yang diperhalus.



Oke...mungkin benar masyarakat kita (kebanyakan) akan senyam-senyum tak paham berinteraksi dalam bahasa asing karena tingkat pendidikan kita yang rendah. Lalu salah siapa? Apakah jenis "senyum tak mengerti" ini yang harus dipertahankan?

Saya jadi ingin tertawa, bukan senyum lagi malah.

Terang saja! Saya pernah berada pada kalangan dimana senyum adalah senjata keteduhan hingga senjata basa-basi.

Senjata keteduhan yang saya maksud adalah senyum ikhlasnya seseorang. Saya sering menerimanya (semoga saja benar!) dari kerabat, keluarga serta sahabat saya. Walau terkadang saya juga ragu apakah itu senyum keteduhan atau senyum basa-basi.

Dan ternyata senyum basa-basi itu lebih sering tersungging dari semua jenis senyum apapun di muka bumi ini, atau paling tepatnya di Indonesia. Anda boleh tak percaya, tapi saya meyakinkan hal itu. Kenapa? Tipikal orang Indonesia kebanyakan, rasa "tak enak".

"Kenapa lo senyum ke dia? Kenal?" tanya temanku.

Langsung kujawab, "Gak kenal sih, tapi gak enak aja! Basa-basi lah..."

"Bener juga..."

Hm...saya pun jadi senyam-senyum tak jelas menulis jurnal ini!


***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar